2018
- Nasabah mengajukan permohonan pembelian barang kepada Bank.
- Bank mengevaluasi kemampuan nasabah melakukan pencicilan.
- Bank dan nasabah melakukan negosiasi tentang harga jual yang disepakati.
- Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
- Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
- Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
- Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
- Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang.
- Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
- Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
- Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang, gunanya untuk memperkecil resiko-resiko yang merugikan bank dan untuk melihat kemampuan nasabah dalam menanggung pembayaran kembali atas pembiayaan yang diterima dari bank. Bank mengharapkan keuntungan dengan margin mulai dari 3% sampai 40 persen pertahun.
- Pembeli dapat mencicil selama 12 bulan sampai 120 bulan.
- Bank membebankan biaya administrasi sesuai dengan tabel yang sudah ditentukan dalam memo intern .
- Terdapat pembebanan biaya notaris sebesar Rp 125.000,- sampai Rp 150.000,-
- Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah berupa pengikatan jaminan dan atau asuransi.
- Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga (akad wakalah), akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
- Dalam hal jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
- Dalam melakukan pembelian barang, bank pada umumnya mewakalahkan kepada nasabah. Namun beberapa produk (seperti sepeda motor Honda), bank melakukan pembelian langsung ke show room.
- Bank juga bekerjasama dengan Asuransi Syariah untuk dapat mengkover jumlah pembiayaan nasabah apabila nasabah meninggal dunia, sehingga ahli waris yang ditinggalkan tidak menanggung beban/hutang nasabah tersebut.
b. Jaminan dalam murabahah :
1) aminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
c. Hutang dalam murabahah :
1) Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk meyelesaikan hutangnya kepada bank.
2) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
d. Penundaan pembayaran dalam murabahah :
1) Nasabah yang memiliki kemampuan dalam hal pembayaran tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.
2) Dan apabila nasabah sengaja atau salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesiannya dilakukan melalui Badan Arbitase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
e. Bangkrut dalam Murabahah.
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, Bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
f. Uang muka Murabahah (Fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/IX/2000)
1) Dalam akad penyaluran dana murabahah, Bank dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat.
2) Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
3) Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberi ganti rugi kepada Bank dari uang muka tersebut.
4) Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, Bank dapat meminta tambahan kepada nasabah.
5) Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, Bank harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
g. Diskon murabahah (Fatwa DSN No. 16/DSN-MUI/IX/2000)
1) Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang menjadi objek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.
2) Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
3) Jika dalam jual beli murabahah Bank mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena itu diskon adalah hak nasabah.
4) Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad.
5) Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani.
h. Sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran (Fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000).
Sanksi yang dimaksud disini adalah sanksi yang dikenakan kepada nasabah yang mampu membayar tetapi menunda pembayaran dengan sengaja.
a. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan Force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.
b. Nasabah yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.
c. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
d. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan.
e. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.
i. Potongan pelunasan dalam murabahah (Fatwa DSN No.23/DSN-MUI/III/2002)
a. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati, Bank boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad.
b. Besarnya potongan sebagaimana dimaksud diatas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan Bank.
j. Tujuan murabahah :
1) Akad murabahah digunakan oleh bank untuk memfasilitasi nasabah melakukan pembelian dalam rangka memenuhi kebutuhan akan :
2) Barang konsumsi seperti rumah, kenderaan/alat transportasi, alat-alat rumah tangga dan sejenisnya.
3) Pengadaan barang dagangan
4) Bahan baku dan atau bahan pembantu produksi (tidak termasuk proses produksi)
5) Barang modal seperti pabrik, mesin dan sejenisnya.
6) Barang lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan disetujui bank.
k. Harga jual bank :
1. Ketentuan harga jual bank ditetapkan pada awal perjanjian dan tidak boleh berubah selama jangka waktu pembayaran angsuran, termasuk jika dilakukan perpanjangan.
2. Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
3. Apabila nasabah memberikan uang muka (Urbun), maka uang muka nasabah tersebut diperlakukan sebagai pengurang Hutang Nasabah (Piutang Murabahah). Namun demikian akad jual beli yang dibuat antara bank dengan nasabah tetap berpedoman kepada harga jual beli awal yang telah disepakati.
Bank dapat meminta uang muka pembelian kepada nasabah. Dalam murabahah, uang muka harus dibayarkan oleh nasabah kepada bank, bukan kepada pemasok. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan (tidak diperkenankan sebagai pembayaran angsuran). Tetapi apabila murabahah batal, uang muka dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan